1. Istirja’
Istirja’ adalah ucapan terbaik apabila dilanda musibah. Ucapan yang diajar Nabi sallallahu alaihi wasallam adalah “inna lillaahi wa inna ilaihi rajiun”.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. [Surah Al Baqarah, Ayat 155-157]
2. Bantu keluarga si mati. Beri makan
Apabila berlaku kematian, ahli keluarga pasti berada dalam kesedihan. Kita sebagai umat Islam patut memahami situasi ahli keluarga yang baru kematian orang yang tersayang. Apa yang diajar oleh Islam adalah kita mengucapkan takziah, membantu dalam urusan jenazah dan memudahkan urusan mereka seperti memberi mereka makan.
Ketika datang berita kematian seorang sahabat yang bernama Ja’far, Rasulullah bersabda: “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, kerana mereka ditimpa dengan sesuatu yang menyibukkan.†[Ibn Majah no: 1610]
3. 3 hari bersedih
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam:
“Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya” [HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Thalaq, bab Wujub Al Ihdaad, no. 3714]
4. Isteri kematian suami berkabung 4 bulan 10 hari
Allah berfirman:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” [Surah Al Baqarah, Ayat 234]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam:
“Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya” [HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Thalaq, bab Wujub Al Ihdaad, no. 3714]
Dan dalam riwayat Bukhari terdapat tambahan lafazh:
“Maka ia berkabung atas hal tersebut selama empat bulan sepuluh hari” [HR Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Al Janaaiz, bab Ihdaad Al Mar’ah ‘Ala Ghairi Zaujiha, no. 1280. Lihat Fathul Bari, Op.cit, hlm. 3/146.]
Dari Zainab bintu Abu Salamah, beliau berkata :
“Aku telah mendengar Ummu Salamah berkata: “Seorang wanita datang menemui Rasulullah dan berkata,’Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya putriku ditinggal mati suaminya, dan ia mengeluhkan sakit pada matanya. Apakah ia boleh mengenakan celak mata?’.†Lalu Rasulullah menjawab “Tidak!†sebanyak dua atau tiga kali, semuanya dengan kata tidak. Kemudian Rasulullah berkata: “Itu harus empat bulan sepuluh hari, dan dahulu, salah seorang dari kalian pada zaman jahiliyah membuang kotoran binatang pada akhir tahun.†[HR Bukhari, Kitab Thalaq, Bab Tahiddu Al Mutawaffa ‘Anha Arba’ata Asyhur Wa ‘Asyra, no. 5.335. Lihat Fathul Bari, Op.cit, hlm. 9/484.]
5. Tidak boleh bersolek atau berhias dalam tempoh berkabung
Berkabung, dalam bahasa Arabnya adalah al hadaad ( الْØÂَدَاد٠). Maknanya, tidak mengenakan perhiasan baik berupa pakaian yang menarik, minyak wangi atau lainnya yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya [1].
Pendapat lain menyatakan, al hadaad adalah sikap wanita yang tidak mengenakan segala sesuatu yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya seperti minyak wangi, celak mata dan pakaian yang menarik dan tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, setelah kematian suaminya [2].
[1] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar, tanpa cetakan dan tahun, Al Maktabah As Salafiyah, Mesir, hlm. 3/146
[2] Lihat Al Kalimaat Al Bayyinaat Fi Ahkam Hadaad Al Mukminat, Muhammad Al Hamuud An Najdi, Cetakan Pertama, Tahun 1415 H, Dar Al Fath, hlm. 8.
6. Haram memakai pakaian khusus tanda berkabung
Islam tidak mengajarkan di dalam berkabung untuk memakai sesuatu pakaian yang khusus. Memakai pakaian khusus tanda berkabung adalah tasyabbuh atau maksud lainnya menyerupai kaum atau agama lain.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka.†[HR. Abu Dawud no. 4026 dengan sanad yang hasan. Lihat Jilbab al-Mar’atul Muslimah hlm. 203 karya al-Albani]
7. Tiada pakaian khusus berkabung samada gelap atau hitam
8. Kibar bendera separuh tiang tiada asas dalam agama
9. Malaysia patut menjadi contoh kepada negara lain cara berkabung menurut Islam. Bukan dengan cara meniru agama lain
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka.†[HR. Abu Dawud no. 4026 dengan sanad yang hasan. Lihat Jilbab al-Mar’atul Muslimah hlm. 203 karya al-Albani]
10. Mungkin ada yang berpendapat beberapa ritual semasa berkabung adalah adat kebiasaan maka terpulanglah. Kami hanya menyampaikan apa yang dinyatakan di dalam Islam. Wallahua’lam
Ini adalah pendirian dan pendapat Dr Fadlan Mohd Othman dan Dr Fathul Bari Mat Jahya dari Pertubuhan Ilmuan Malaysia di dalam isu berkabung. Semoga bermanfaat.
DR FATHUL BARI MAT JAHYA
PENASIHAT EKSEKUTIF ILMUAN MALAYSIA
DR FADLAN MOHD OTHMAN
PENGERUSI ILMUAN MALAYSIA